Grinnews.id – Kontroversi terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang ditargetkan menjadi 35 tahun semakin memanas.
Gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) ini dianggap oleh banyak pihak sebagai ujian integritas bagi lembaga tersebut.
Pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyatakan kekhawatirannya bahwa jika MK mengabulkan gugatan tersebut, demokrasi di Indonesia bisa terancam.
“Ada risiko bahwa keputusan ini akan bersifat politis dan bisa menggoyahkan fondasi demokrasi yang kita bangun sejak era reformasi,” ungkap Ujang pada sebuah wawancara dengan Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/10).
Ujang juga menyampaikan keraguan terhadap integritas proses di MK mengenai isu ini. “Dari observasi saya, sepertinya tidak ada debat substantif di MK mengenai hal ini. Ada dugaan kuat bahwa keputusan MK akan diarahkan untuk mendukung keinginan Presiden Joko Widodo terkait putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai kandidat wakil presiden di Pilpres 2024,” tegas Ujang.
Pengamat politik ini juga memberikan prediksi tentang dua skenario yang mungkin diambil MK, yaitu mengabulkan gugatan atau menolaknya dengan catatan tambahan bahwa calon harus memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
“Kedua skenario tersebut tampaknya dirancang untuk memuluskan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka,” papar Ujang.
Dia menambahkan, “Jika skenario yang diterapkan mengharuskan pengalaman sebagai kepala daerah, maka Gibran, yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo, bisa menjadi kandidat yang kuat untuk cawapres.”
Namun, Ujang Komarudin menekankan betapa pentingnya integritas demokrasi. “Kita harus waspada. Jika skema seperti itu benar-benar diadopsi oleh MK, demokrasi kita bisa terancam. Kita tidak ingin melihat demokrasi kita menjadi ‘ugal-ugalan’.”