Grinnews.id – Suasana di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, pada Jumat sore (29/9/2023) mendadak riuh. Ribuan mahasiswa dari beberapa kampus ternama di Bandung, tiba-tiba berdatangan dengan langkah tegap sambil membawa spanduk-spanduk besar bertulisan tuntutan. Aksi ini mereka beri label “September Hitam“.
Sejak pukul 16.00 WIB, mahasiswa berjajar rapi, mengenakan jas almamater yang menjadi identitas dari kampus masing-masing, memberi warna unik di tengah kota Bandung.
Tak lama setelah itu, mereka membentuk formasi lingkaran besar, memblokade sebagian besar Jalan Diponegoro. Kepolisian yang sudah bersiaga di lokasi pun harus mengalihkan arus lalu lintas demi keamanan bersama.
Namun, suasana semakin memanas ketika mahasiswa mulai berorasi dan bahkan membakar ban di tengah jalan. Suara keras mereka mengajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera keluar dan merespon tuntutan mereka.
Arya Pradana, Koordinator Lapangan aksi “September Hitam”, mengungkapkan tiga tuntutan utama yang menjadi landasan aksi ini.
“Pertama, kami menyoroti kasus HAM yang belum selesai. Kita meminta Pj Gubernur mendesak pemerintah pusat agar segera menyelesaikan,” ungkap Arya saat ditemui.
Selain itu, Arya juga menekankan pada konflik agraria yang kini menjadi isu hangat di Indonesia, seperti kasus Rempang dan Dago Elos yang tengah menjadi sorotan. “Konflik tanah ini harus segera dituntaskan,” tegas Arya.
Tuntutan terakhir yang tak kalah penting adalah penanganan serius terhadap masalah sampah di wilayah Bandung Raya dan Jawa Barat.
Arya menilai, krisis tempat pembuangan sampah di Jabar sudah mencapai titik kritis. “Kami meminta Pj Gubernur untuk serius menanggapi dan mencari solusi atas krisis ini,” jelasnya.
Mengakhiri wawancaranya, Arya memberikan ultimatum kepada Pemprov Jabar. “Jika dalam 4×24 jam tidak ada tanggapan, kami siap untuk kembali dan menduduki Gedung Sate,” pungkasnya dengan tegas.