Grinnews.id – Sebagai upaya mengatasi kemacetan yang semakin parah di Cekungan Bandung, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, kembali menggulirkan ide pembangunan kereta gantung atau cable car. Namun, rencana ini bukanlah hal baru bagi warga Bandung.
Sejarah mencatat, pada Juni 2012, Wali Kota Bandung saat itu, Dada Rosada, telah mencanangkan ide serupa. Dengan rute sepanjang 2 kilometer, kereta gantung ini direncanakan menghubungkan Pusat Penelitian Geologi dan Kelautan hingga mal Paris van Java. Namun, proyek tersebut terhenti di tengah jalan karena berbagai kendala.
Ridwan Kamil, yang akrab disapa Kang Emil, selaku mantan Wali Kota Bandung, sempat berkeinginan untuk meneruskan proyek tersebut.
Dia mengusulkan beberapa rute tambahan yang melintasi Kebon Kawung, Ledeng, Terminal Dago, hingga Bandung Timur. Namun, hingga saat ini, rencana tersebut masih berupa wacana.
Dalam sebuah rapat terbatas di Istana Presiden, Jakarta, Kang Emil menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi kemacetan di Bandung. “Jika tidak ada solusi konkret, pada 2037, Bandung bisa mengalami kemacetan total,” ungkapnya.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah pembangunan kereta gantung. “Mengingat topografi Bandung yang berbukit-bukit, kereta gantung menjadi solusi yang tepat,” jelas Ridwan Kamil.
Kepala Bappeda Jabar, Iendra Sofyan, menambahkan bahwa rencana pembangunan kereta gantung ini sejalan dengan Perpres Nomor 45 Tahun 2018 yang mengatur tentang transportasi massal di Cekungan Bandung. “Kereta gantung ini akan menghubungkan berbagai kabupaten dan kota di Cekungan Bandung,” kata Iendra.
Lebih lanjut, Iendra mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi juga tertarik dengan konsep kereta gantung ini untuk diterapkan di Ibu Kota Negara (IKN). “Pak Presiden meminta konsep lebih detail dari Gubernur dan akan ada pertemuan lanjutan di akhir Agustus,” tambahnya.
Namun, untuk mewujudkan rencana ini, dukungan pemerintah pusat sangat diperlukan. “Pembangunan transportasi massal membutuhkan biaya besar. Tanpa dukungan pemerintah pusat, daerah akan kesulitan untuk mewujudkannya,” pungkas Iendra.
Dalam perkembangan terbaru, beberapa stakeholder dan pengamat transportasi memberikan tanggapan mereka terhadap rencana pembangunan kereta gantung di Bandung.
Dr. Rizal Adi Pradana, seorang ahli transportasi dari Universitas Padjadjaran, mengatakan, “Kereta gantung memang bisa menjadi solusi, tetapi harus dilihat dari berbagai aspek, termasuk dampak lingkungan, sosial, dan tentu saja, biaya.”
Sementara itu, komunitas peduli Bandung, yang terdiri dari sejumlah aktivis dan warga, mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap estetika kota.
“Bandung dikenal dengan keindahan alam dan bangunannya. Kami khawatir pembangunan kereta gantung ini akan mengubah skyline kota dan mengurangi keindahan Bandung,” ujar Aisyah Putri, salah satu anggota komunitas.
Namun, beberapa warga Bandung justru menyambut baik rencana ini. “Jika kereta gantung ini bisa mengurangi kemacetan dan memudahkan mobilitas warga, saya sangat mendukung,” kata Budi, seorang warga Bandung yang bekerja di kawasan Cekungan.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri tampaknya serius dalam mewujudkan rencana ini. Baru-baru ini, mereka mengadakan pertemuan dengan beberapa investor potensial untuk mendiskusikan pendanaan proyek kereta gantung.
“Kami sedang dalam tahap negosiasi. Jika semuanya berjalan lancar, kami berharap pembangunan bisa dimulai pada awal tahun depan,” ungkap Dedi Mulyadi, Wakil Gubernur Jawa Barat.
Dengan berbagai pro dan kontra yang muncul, rencana pembangunan kereta gantung di Bandung tentunya membutuhkan kajian mendalam dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Harapannya, keputusan yang diambil nantinya benar-benar dapat memberikan manfaat bagi warga Bandung dan meningkatkan kualitas hidup di kota kembang ini.